Mi-6 : Legenda Heli Raksasa TNI-AU
11/09/2009Foto Mi-6 milik TNI-AU
Mi-6 di sebuah museum dirgantara Rusia
Warna khas Mi-6 AD Uni Soviet
Mi-6 benar-benar sosok helikopter yang sangar
Rekor yang dicapai
Berbagai rekor dunia dicapai oleh helikopter ini yakni rekor dunia helikpter untuk kecepatan daya angkat, dengan rekor kecepatan 300 km/jam (180 mph) dipecahkan dan atas prestasi itu, Mi-6 memperoleh penghargaan Igor Sikorsky International Trophy pada tahun 1961. Tiga tahun kemudian, dalam sirkuit tertutup 100 km, Mi-6, kembali memecahkan rekor kecepatan 340 km/jam (211 mph), satu rekor yang bertahan hingga tahun 1989.
Mi-6 tampak menggotong tower Sutet
Helikopter ini memiliki daya angkut internal normal 12 ton, atau 9 ton eksternal. Dengan daya angkutnya yang besar sangat disukai oleh pihak militer. Pada Pameran kedirgantaraan Tushino 1961, enam Mi-6 mendarat dalam dua kelompok : satu kelompok membawa sepasang rudal artileri lengkap dengan transporter, sementara kelompok lain membawa personel dan perlengkapan. Seperti seri pendahulunya yakni Mil Mi-4, maka Mil-6 juga memiliki pintu kerang (clamshell door) di belakang kabin guna memudahkan keluar-masuknya kendaraan lapis baja ringan. Untuk versi sipil, Biro Mil mengeluarkan versi Mil Mi-6P. Cirinya ada jendela lebih besar namun tidak memiliki pintu kerang. Versi lainnya adalah versi flying-crane helicopter dan heli pemadam kebakaran.
Heli Chinook juga bisa digotong oleh Mi-6
Ruang kargo Mi-6 dapat memuat truck sampai tank ringan
- Jenis : Helikopter transpor (angkut) berat
- Dimensi : Diameter rotor utama 35 m; panjang badan 33,18 m; panjang dengan rotor 41,74 m; tinggi 9,86 meter; berat kosong 27.240 kg; kecepatan maks. 300 km/jam; kecepatan jelajah maks. 250 km/jam; tinggi terbang maks. 4.500m; jarak jangkau dengan muatan setengah daya angkut maks. 650 km dan daya angkut maks. 42.500 kg
- Mesin : Dua mesin turboshaft Soloviev D-25V (TB-2BM masing-masing 5.500 hp (daya kuda)
- Awak : 11 orang terdiri atas pilot, dua orang ko-pilot, juru mesin udara (JMU), telegrafis, navigator, loadmaster, pembantu letnan udara dan sisanya adalah pembantu JMU. Dapat mengangkut 61 pasukan bersenjata lengkap.
– Senjata : Umumnya tidak dilengkapi senjata, namun helikopter ini sering dilihat dengan kanon 20 mm di hidung pesawat.
Dengan diameter rotor yang mencapai 35 m dengan berat 650 kg, dapat dinaiki manusia hingga teknisi dapat mengecek dengan berjalan diatas rotor hingga bagian tengahnya. Namun ciri khas pesawat buatan Uni Soviet adalah fungsi dan peralatan lebih diutamakan dibandingkan faktor lain seperti kenyamanan awak pesawat. Diantaranya kesediaan safety-belt (sabuk pengaman) yang hanya satu untuk empat penumpang. Mesin yang cukup besar menghasilkan goyangan dan suara yang cukup bising namun tidak dilengkapi peredam suara sehingga para penumpang dan awak melengkapi dirinya dengan pelindung pendengaran yang dibawanya sendiri, umumnya memakai kapas ditelinga.
Tampilan 3 dimensi Mi-6
Menjelang Operasi Trikora, pada awal 1960-an Indonesia membeli berbagai perlengkapan militer dari Uni Soviet. Namun beberapa diantaranya tiba setelah Trikora selesai. Termasuk diantaranya adalah helikopter Mil Mi-6 Hook pesanan Indonesia yang dibeli sembilan unit yang dioperasikan oleh TNI-AU (dulu AURI, Angkatan Udara Republik Indonesia). Pesawat itu diberi nomor registrasi H 270- H278. Beberapa publikasi asing menyebutnya enam unit helikopter.
Perbandingan besar sebuah sedan dan heli Mi-6
Sebelum menerbangkan Mi-6, para pilot TNI-AU berlatih dengan helikopter Mi-4 yang sudah dimiliki di Pangkalan Udara (Lanud) Atang Senjaya di Semplak, Bogor. Awal 1965, 22 personel TNI-AU dikirim ke Uni Soviet yang terdiri atas enam pilot, satu navigator dan sisanya teknisi. Disana mereka dilatih di Akademi AU Soviet di Frunze, ibukota Kirghyzstan.
Pendidikan diselesaikan dalam enam bulan dan pada Juni 1964 mereka kembali ke Indonesia, sedangkan helikopternya dikapalkan dari Sevastopol di Laut Hitam dan dibongkar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada tahun yang sama. Komponen Helikopter dirakit di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma oleh teknisi-teknisi Uni Soviet. Helikopter pertama Indonesia diterbangkan pada 1 Oktober 1964. Selanjutnya dimasukan ke jajaran Skadron 8 Wing 4 Lanud Atang Senjaya, Bogor.
Tampilan belakang heli Mi-6
Menurut kesaksian para pilot yang pernah mengoperasikan helikopter Mil Mi-6 Hook ini, banyak kelemahan teknis yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan Uni Soviet seperti kecepatan jelajah yang hanya menjapai 170-175 km/jam, tidak sampai 200 km/jam. Jarak terbangnya yang pendek karena bahan bakarnya hanya cukup untuk 2 jam terbang sehingga kalau pergi ke suatu tempat harus dapat mendarat karena tidak mungkin kembali. Terbang jelajah yang pernah diperoleh maksimum adalah 2 jam 54 menit yakni dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung hingga Tanjung Perak di Surabaya, itupun dengan muatan yang tidak terlalu penuh.
Mi-6 Rusia dalam warna merah putih, seharusnya Mi-6 bisa dijadikan monumen di Tanah Air
Namun demikian helikopter ini memiliki kelebihan yakni bisa digunakan untuk segala medan. Ketika TNI-AU akan menggunakan helikopter mengangkut barang-barang dengan rute Medan-Cot Girek di Aceh, terlebih dahulu diuji dengan menerbangi rute Bandung-Pengalengan dengan mengangkut barang. Ketika cuaca buruk menghadang, helikopter mendarat darurat yang ternyata bukan kebin kentang yang diperkirakan pilot, tetapi di dasar jurang dengan permukaan tidak rata.
Disinilah konstruksi helikopter Mi-6 teruji sekalipun tanah di kaki roda kiri dan kanan tidak rata, karena sistem keseimbangannya bagus sekali. Helikopter tersebut akhirnya berhasil diterbangkan keluar lembah setelah muatannya dikurangi.
Helikopter ini tidak lama berdinas aktif dalam armada AURI (TNI-AU), sekitar 1965-1968. Sebagaimana banyak peralatan militer buatan Uni Soviet yang lain, setelah peristiwa G30S/PKI banyak yang tidak dioperasikan lagi dengan alasan kekurangan suku cadang. Helikopter yang terakhir terbang adalah helikopter berseri H-277.
Lebih disayangkan lagi karena tidak ada satupun helikopter Mi-6 Hook yang dijadikan museum atau monumen. Padahal heli Mi-4 yang lebih kecil dapat dijadikan monumen di museum Satria Mandala. Semua M-6 dibesituakan, padahal menurut pilot yang pernah menerbangkannya, kondisinya sebenarnya masih bagus, diantaranya pada badan utama (body/airframe) pesawat yang logamnya mengandung timah hitam sehingga tahan karat sehingga bila diusahakan, helikopter ini sebenarnya masih dapat dioperasikan. (Dikutip dari Wikipedia dan Angkasa)
NBO-105 : Heli Serang Utama TNI-AD
17/02/2009(foto : M Radzi Desa)
Banner BO-105 Penerbad
Versi B0-105 milik AD Spanyol yang dibekali Rudal Anti Tank TOW/HOT
Bisa dibilang heli ini ujung tombak gunship TNI-AD, meski agak ironis dengan jumlah hanya 15 unit, itupun tanpa bekal kemampuan menggotong rudal. Bandingkan saja dengan heli Mi-35 yang baru datang sebanyak 4 unit. Selain bicara soal kualitas tempur, seyogyanya urusan kuantitas juga diperhatikan mengingat luasnya wilayah teritorial Indonesia. Operasional heli dengan empat bilah baling-baling ini juga sudah terbilang tua. Sejak tahun 70-an BO-105 tak pernah absen dalam operasi penumpasan GPK (Gerakan Pengacau Keamanan). Kiprahnya terakhir terlihat saat menumpas GAM (Gerakan Aceh Merdeka). (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi NBO-105 CB
* Crew: 1 or 2 pilots
* Capacity: 4
* Length: 11.86 m (38 ft 11 in)
* Rotor diameter: 9.84 m (32 ft 3½ in)
* Height: 3.00 m (9 ft 10 in)
* Disc area: 76.05 m² (818.6 ft²)
* Airfoil: NACA 23012
* Empty weight: 1,276 kg (2,813 lb)
* Max takeoff weight: 2,500 kg (5,511 lb)
* Powerplant: 2× Allison 250-C20B turboshaft engines, 313 kW (420 shp) each
Performance
* Never exceed speed: 270 km/h (145 knots, 167 mph)
* Maximum speed: 242 km/h[9] (131 knots, 150 mph)
* Cruise speed: 204 km/h (110 knots, 127 mph)
* Range: 575 km (310 NM, 357 mi)
* Ferry range: 1,112 km (600 NM, 691 mi)
* Service ceiling: 5,180 m (17,000 ft)
* Rate of climb: 8 m/s (1,575 ft/min)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar