HALAMAN

Powered By Blogger

Jumat, 13 Januari 2012

h1

KRI Arun : Kapal Tanker Terbesar TNI-AL

17/09/2009
KRI Arun - saat masih dimiliki Royal Navy
KRI Arun - saat masih dimiliki Royal Navy
Dalam sebuah misi tempur dan patroli jarak jauh sudah umum bila terdapat unit kapal tanker pada iringan konvoi. Keberadaan kapal tanker mutlak diperlukan sebagai elemen pendukung logistik dan bahan bakar untuk kapal perang lainnya, seperti korvet, fregat, LST (landing ship tank) dan kapal selam. Dengan adanya kapal tanker, menjadikan unsur kapal perang yang sedang melakukan operasi tidak perlu kembali ke pangkalan untuk pemenuhan kebutuhan logistik dan bahan bakar.
TNI-AL sebagai salah satu angkatan laut terkuat di Asia Tenggara sudah barang tentu mempunyai satuan kapal tanker. Dalam TNI-AL, armada tanker disebut sebagai kapal jenis BCM (Bantuan Cair Minyak). Nah, kapal tanker terbesar yang kini dimiliki TNI-AL adalah KRI Arun bernomer lambung 903. KRI Arun dalam operasionalnya berada di bawah komando Armada RI Kawasan Timur.
RFA Grey Rover - sejenis dengan Green Rover
RFA Grey Rover - sejenis dengan Green Rover
Pipa selang bahan bakar untuk menyalurkan diesel dan avtur
Pipa selang bahan bakar untuk menyalurkan diesel dan avtur
Dilihat dari sosoknya, KRI Arun memang terbilang berukuran besar ketimbang jenis kapal perang lainnya. KRI Arun mulai memperkuat TNI-AL sejak tahun 1992, sebelumnya KRI Arun adalah bernama RFA Green Rover dengan nomer lambung A268. RFA (Royal Fleet Auxiliary) adalah satuan kapal tanker dari angkatan laut kerajaan Inggris. RFA Green Rover dibuat oleh galangan Swan Hunter pada tahun 1969 untuk Royal Navy.
Harrier di atas Green Rover
Harrier di atas Green Rover
Namun dalam kelas kapal tanker, KRI Arun termasuk dalam kelas kapal tanker ringan. Tugas yang diemban yakni menyalurkan bahan bakar, bahan pelumas, air tawar, bahan makanan dan amunisi. KRI Arun dapat memuat sampai 22.000 meter kubik bahan bakar solar dan 3.800 mater kubik bahan bakar Avtur untuk pesawat terbang dan helikopter. Kapal ini mampu melakukan pengisian bahan bakar saat melaju di laut langsung kepada dua kapal perang.
Tampilan utuh dari depan
Tampilan utuh dari depan
Ciri lain dari kehandalan KRI Arun yakni memiliki landasan helipad yang berukuran cukup besar. Helikopter berat sekelas Super Puma dan Sea King pastinya mampu mendarat di kapal ini, tapi sayangnya tidak ada fasilitas untuk hanggar. Saking besarnya helipad, pernah sebuah pesawat Harrier tinggal landas dari RFA Green Rover. Jenis kapal tanker ini total dibuat sampai lima unit untuk Royal Navy. Seiring modernisasi, beberapa Rovel Class juga dijual, diantaranya untuk AL Portugal.
Sebuah Heli Sea King di atas deck Green Rover
Sebuah Heli Sea King di atas deck Green Rover
Selain kondang dalam setiap misi patroli dan tempur, KRI Arun juga kerap dijadikan “kapal markas” saat berlangsungnya latihan tempur. Dengan fasilitas yang lengkap dan memadai, KRI Arun pada bulan Mei tahun 2000 pernah digunakan oleh mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid saat mengarungi perairan sekitar Lampung dan Kepulaua Seribu selama 17 jam. Jadi selain berperan sebagai kapal tanker, KRI Arun juga layak menyandang gelar kapal VVIP. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Spesifikasi KRI Arun 903
* Berat: 11.520 ton
* Panjang: 140,6 m
* Lebar: 19,2 m
* Mesin: 2×16 silinder Pielstick diesels, 15,300 shp
* Kecepataan: 17 knot
* Jangkauan: 15.000 nm (15 knots)
* Senjata: 2 x meriam 40 mm, 2 x meriam 20 mm
* Awak: 47
h1

KRI Fatahilah, Frigat Modern dari Era 80an

22/05/2009
KRI Fatahilah dengan Meriam Bofors 120 mm, saat ini menjadi meriam kaliber terbesar yang digunakan dalam armada KRI
KRI Fatahilah dengan Meriam Bofors 120 mm, saat ini menjadi meriam kaliber terbesar yang digunakan dalam armada KRI
Dengan anggaran militer yang serba terbatas, lumrah bila akhirnya TNI selalu mendapat pasokan alutsista (alat utama sistem senjata) bekas pakai dari negara lain. Tak terkecuali dalam pengadaan kapal perang (KRI). Dari ratusan KRI yang dimiliki TNI-AL, hanya beberapa saja yang dibeli berupa barang baru dari pabrik.
Diantaranya yang cukup dikenal pada masanya yakni frigat kelas Fatahilah. Frigat yang dibeli pada awal tahun 80an ini adalah buatan galangan kapal Wilton Fijenoord, Schiedam di Belanda. Ada tiga buah kapal jenis ini yang dimiliki oleh TNI-AL, yakni KRI Fatahilah 361 , KRI Malahayati 362 dan KRI Nala 363. Frigat ini mulai berdatangan di Tanah Air pada tahun 1979 sampai awal 80an.
KRI Fatahilah dalam sebuah patroli laut
KRI Fatahilah dalam sebuah patroli laut
Ketiga KRI memiliki spesifikasi yang serupa, baik kemampuan mesin dan persenjataan, kecuali KRI Nala yang punya rancangan sedikit beda di bagian buritan, dimana terdapat hanggar dan helipad untuk sebuah helikopter ringan. Sedang pada KRI Fatahilah dan KRI Malahayati, ketiadaan hanggar dan helipad digantikan dengan penempatan kanon 20 milimeter anti serang udara dan permukaan buatan Rheinmetal, Jerman. Peran utama ketiga frigat ini yakni sebagai pemukul dengan kemampuan anti kapal permukaan, anti kapal selam dan anti pesawat udara.
Data Teknis
KRI Fatahilah memiliki berat 1450 ton dan berdimensi 83,85 meter x 11,10 meter x 3,30 meter. Dua mesin diesel jelajah bertenaga 8.000 bhp dengan kecepatan jelajah 21 knot dan 1 boost gas turbine dengan 22.360 shp yang sanggup mendorong hingga kecepatan 30 knot melengkapi kapal berawak maksimal 82 pelaut ini.
KRI Fatahilah saat melepaskan roket mortir anti kapal selam
KRI Fatahilah saat melepaskan roket mortir anti kapal selam
Persenjataan
KRI Fatahilah dipersenjatai dengan berbagai jenis persenjataan modern untuk mengawal wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Termasuk diantaranya adalah :
- 4 peluru kendali permukaan-ke-permukaan Aerospatiale MM-38 Exocet dengan jangkauan maksimum 42 Km, berkecepatan 0,9 mach, berpemandu active radar homing dengan hulu ledak seberat 165 Kg.
- 1 meriam Bofors 120/62 berkaliber 120mm (4.7 inchi) dengan kecepatan tembakan 80 rpm, jangkauan 18.5 Km dengan sistem pemandu tembkan Signaal WM28.
-  3. 2 kanon Penangkis Serangan Udara Rheinmetall kaliber 20mm dengan kecepatan tembakan 1000 rpm, jangkauan 2 KM untuk target udara.
- 12 torpedo Honeywell Mk. 46, berpeluncur tabung Mk. 32 (324mm, 3 tabung) dengan jangkauan 11 Km kecepatan 40 knot dan hulu ledak 44 kg. Berkemampuan anti kapal selam dan kapal permukaan.
-   Mortir anti kapal selam Bofors ASR 375mm laras ganda.

Sensor dan elektronis
KRI Fatahillah diperlengkapi radar Racal Decca AC 1229 untuk surface search dan Signaal DA 05 untuk air and surface search. Serta pemandu tembakan Signaal WM 28. Sistem sonarnya menngunakan Signaal PHS 32 (Hull Mounted). Sistem pengecoh menggunakan 2 Knebworth Corvus 8-tubed launchers dan 1 T-Mk 6 torpedo decoy. Dengan kecanggihan sensornya, KRI Fatahilah ikut dilibatkan dalam pencarian puing-puing pesawat Adam Air Penerbangan 574 yang hilang pada 1 Januari 2007. (Haryo Adjie Nogo Seno)
Formasi Tempur KRI Nala 363
Formasi Tempur KRI Nala 363
KRI Nala dilengkapi helipad dan hanggar mini untuk helikopter sekelas BO-105
KRI Nala dilengkapi helipad dan hanggar mini untuk helikopter sekelas BO-105
Karakteristik umum
Berat :     1.450 ton
Panjang:     83,85 ms (275.10 kaki)
Lebar:     11,10 ms (36.42 kaki)
Draft:     3,30 ms (10.83 kaki)
Tenaga penggerak:     2 shaft, masing-masing 8.000 bhp
Kecepatan:     21 knot
Awak kapal:     82 orang
h1

KRI Irian : Monster Laut Kebanggaan Indonesia

24/02/2009
KRI Irian
KRI Irian
Sebagai bangsa maritim, sudah seyogyanya kita memiliki angkatan laut yang mumpuni. Tidak hanya bicara soal kualitas dan kuantitas persenjataan, tapi sudah sepatutnya kita mempunyai arsenal persenjataan yang bisa menggetarkan nyali lawan. Hal inilah yang dahulu begitu dibanggakan bangsa Indonesia di era tahun-60an. Selain punya armada angkatan udara yang terkuat se Asia Tenggara, Angkatan Laut (TNI-AL) dikala itu memiliki kapal perang tipe penjelajah ringan buatan Uni Soviet.
Hingga kini pun belum ada satu negara di Asia Tenggara yang pernah memiliki kapal penjelajah selain Indonesia. Kapal penjelajah legendaris itu adalah KRI Irian, yang sengaja didatangkan pemerintah Indonesia dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua). Berikut petikan profil KRI Irian yang diperolah dari sumber wikipedia.org.
Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
KRI Irian adalah Kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan soviet Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah Kapal Penjelajah konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini adalah versi pengembangan dari Penjelajah Kelas Chapayev.
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.Peletakan lunas pertama dilakukan pada tanggal 9 Oktober 1949, kapal diluncurkan pada tanggal 17 September 1950, dan pertamakali kapal dioperasikan pada tanggal 30 Juni 1952
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi kepada Central Design Bureau #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%, dan temperatur air +30°C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian mengunjungi kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan ventilator tambahan.
Dalam observasi teleskop
Dalam observasi teleskop
Pada 14 Februari 1961 Kapal ini tiba di Sevastopol dan pada 5 April 1962 kapal ini memulai ujicoba lautnya. Pada saat itu Kru Indonesia untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI. Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari banyak yang mampu menduduki posisi penting.
Datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Tidak pernah Uni Soviet menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya, belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan cara trial and error / coba-coba. Pada November 1962 tercatat sebuah mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak. Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Belanda secara drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Pada 1964 Kapal Penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Vladivostok untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod. Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi ruang ibadah (sesuatu yang tidak mungkin terjadi di negara komunis).
Setelah perbaikan selesai pada Agustus 1964 kapal menuju Surabaya dengan dikawal Destroyer AL Soviet. Setahun kemudian (1965) terjadi pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan terkadang digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S.
Versi pertama menyebutkan bahwa pada tahun 1970, KRI Irian sudah sedemikian parah terbengkalai hingga mulai terisi air. Tidak ada orang yang peduli untuk menyelamatkan Kapal Penjelajah ini. Sehingga pada masa Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL maka KRI Irian dibesituakan (scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku cadang kronis.
Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Versi kedua, menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya empat buah ini di jual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli. “Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu, kita tidak punya teknisi lagi,” menurut Hendro.
Lapisan baja Pelindung
Dalam satuan mm:
* Sabuk lapis baja utama : 100 mm
* Buritan : 32 mm
* Dek : 50 mm
* Rumah Dek : 130 mm
* Tempurung meriam utama : 175 mm
Peralatan Elektronik
* Radar:
o Radar Pencari udara Gyus-2
o Radar pencari permukaan laut Ryf
o Radar navigasi Neptun
* Sonar:
o Tamir-5N dipasang di hull
* Lain-lain:
o Machta ECM (electronic Counter Measures)
Senjata artileri KRI Irian
Senjata utama dari KRI Irian adalah buah 4 turret, dimana setiap turret berisi 3 meriam berukuran 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam kaliber 6 inchi di geladaknya.[2]
Pemandanagn lain dari RI Irian.
* 10 Tabung Torpedo anti-Kapal selam kaliber 533 mm
* 12 Buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 Belakang)
* 12 Buah Kanon ganda tipe 56 cal Model 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm
* 32 Buah Kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
* 4 Buah triple gun Mk5-bis turrets kaliber 20 mm (untuk keperluan anti-Serangan udara)
Tenaga penggerak
Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah Pendidih KV-68 dan disalurkan melalui 2 buah shaft.
Tenaga total yang tersedia adalah sekitar 110.000 hp sampai 122.000 hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal 13.600 ton ini mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]
Jumlah awak kapal
Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, 154 perwira pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar